x

Iklan

akhlis purnomo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Hubungan Tahun Kelahiran dan Risiko Kematian Akibat Flu

Kita tak pernah menduga ada kaitan antara tahun kita lahir dan risiko kematian yang mengintai kita. Tetapi sebuah studi menyimpulkan kaitan itu ada.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Musim hujan identik dengan musim flu. Inilah musim saat cuaca bisa berubah tidak menentu. Di Jakarta saat ini, biasanya pagi cerah sekali, lalu siang matahari agak meredup atau mendung, dan hari pun ditutup dengan petang yang sejuk dan malam yang lebih dingin.

Flu bukan penyakit yang langka. Ia sangat lumrah terjadi pada setiap manusia. Bedanya, efeknya pada kesehatan manusia. Dalam sebagian besar kasus flu, tidak ada efek kesehatan yang serius. Namun, bagi sejumlah kasus istimewa, flu lebih mendera lebih parah, berlangsung lebih lama, memicu kondisi yang serius dan menyeret si penderita ke jurang kematian. 

Menilik wabah flu beberapa tahun terakhir ini yang juga mampir ke Indonesia, patutlah kita waspada dengan risiko kematian akibat flu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, kabar baik bagi Anda yang terlahir sebelum akhir 1960-an. Apa pasal? Karena menurut sebuah studi, risiko Anda meninggal karena tertular flu yang mewabah seperti flu burung dan flu babi dan flu lainnya yang berasal dari hewan relatif lebih rendah dibandingkan orang yang lahir setelah akhir tahun 1960-an.  

Namun demikian, jangan serta merta menganggap ini satu-satunya faktor penentu yang absolut. Faktor tahun kelahiran ini hanya berlaku pada titik tertentu saja bisa membantu Anda bertahan dari serangan virus flu yang ganas di sekeliling Anda.

Sebuah simpulan studi menyatakan bahwa mereka yang lahir sebelum akhir dekade 60an lebih kuat dari serangan flu dari hewan karena telah terpapar pada flu "lollipop biru" saat masih anak-anak. Virus flu "lollipop biru" ini berkode H1 atau H2. Orang-orang yang seusia orang tua generasi millenial ini rupanya memiliki hemagglutinin yang berwarna biru dalam tubuh mereka, yang pada gilirannya membuat mereka lebih kuat menghadapi serangan virus baru nan ganas seperti H5N1.

Sementara itu, mereka yang lahir setelah akhir 1960-an seperti saya dan mereka yang berasal dari generasi di bawah baby boomers, terpapar flu "lollipop oranye" saat masih anak-anak, yang membuat mereka terlindungi dari H7N9 namun rentan pada kematian jika terpapar pada virus H5.

Temuan ini menerangkan mengapa di wabah flu global tahun 1918 lebih banyak memakan korban yang berusia remaja dan dewasa muda. (Sumber: University of Arizona/ Foto: Wikimedia Commons)

Ikuti tulisan menarik akhlis purnomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB