x

Dokter bedah plastik, Ali Manafi membentuk tulang rawan hidung seorang pasien wanita di sebuah rumah sakit di Teheran, Iran, 19 Agustus 2015. Para wanita Iran mengurangi ukuran besar, melangsingkan dan meruncingkan hidung mereka lewat operasi plastik

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kepalsuan sebagai Pelangi Kehidupan~Pongki Pamungkas

Dengan yang palsu ini, wanita mempunyai banyak pilihan gaya untuk mempercantik penampilannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pongki Pamungkas

Penulis buku The Answer Is Love.

Benda ini palsu, tapi sangat dibutuhkan penggunanya. Dan, meskipun palsu, harganya tidak murah. Tak sembarang orang bisa membayarnya. Gigi palsu. Tanpa gigi palsu, pengguna akan sulit mengunyah makanan. Pun bila tanpa yang palsu ini, penampilan wajahnya akan tampak buruk, ompong, dan tua: rambut palsu alias wig. Aksesori kecantikan ini banyak dibutuhkan orang, khususnya wanita. Dengan yang palsu ini, wanita mempunyai banyak pilihan gaya untuk mempercantik penampilannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masih di seputar pemeliharaan kecantikan atau kegantengan, bedah plastik banyak dilakukan wanita. Mulai dari hidung yang dipermak agar lebih mancung, bibir yang dibikin sensual meniru Angelina Jolie, hingga bokong dibuat ala Jennifer Lopez. Semuanya demi penampilan diri agar tampak lebih cantik atau ganteng.

Dalam pengertian senada dengan soal palsu-memalsu, di dunia musik juga terjadi penciptaan lagu-lagu yang mirip dengan lagu ciptaan orang lain sebelumnya. "Iya, benar, kok. Saya memang terinspirasi Led Zeppelin," begitu contoh jawaban umum para "pemalsu" ini. Kata-kata "saya terinspirasi" adalah ucapan standar sebagai cara berkelit yang "intelek" dari tuduhan memalsu.

Sepertinya benar yang dikatakan Mason Cooley, profesor aforisme Amerika: "Seni bermula dari imitasi dan berujung pada inovasi." Dalam beberapa bidang kehidupan, meniru atau memalsu adalah langkah awal untuk menciptakan yang asli di kemudian hari.

Dalam dunia seni lukis, sudah biasa karya pelukis terkenal yang harganya selangit dipalsukan, ditiru mentah-mentah oleh orang-orang lain. Dan, meskipun banyak orang tahu bahwa lukisan itu palsu, banyak juga yang masih bersedia membelinya, tentu dengan harga jauh lebih murah. Dalam dunia tulis-menulis, sama saja. "Keaslian itu tidak ada. Yang ada adalah ‘peniruan bijaksana’. Penulis yang paling asli pun ‘meminjamnya’ dari penulis lain ", kata Voltaire.

Palsu dalam arti dasar mencontoh atau menjiplak suatu barang yang asli adalah pelangi kehidupan. Dan, pelangi itu kian berwarna-warni seiring dengan kemajuan kehidupan manusia.

Belum lama ini, meledak kehebohan besar gara-gara ditemukannya vaksin palsu di beberapa daerah di Indonesia. Amarah seluruh masyarakat meruap. Pemerintah pun kalang-kabut menghadapi kenyataan brutal ini. Semua mencela, seperti ucapan Samuel Johnson, doktor dan penyair Inggris abad ke-18, ini: "Tidak ada orang yang hebat karena imitasi."

Atas golongan palsu-memalsu yang negatif ini, jelas orang melihat kepalsuan sebagai kejadian yang memalukan. Ia adalah aib. "Lebih baik gagal meraih keaslian daripada sukses meraih kepalsuan," kata Herman Melville, penulis Moby Dick, dengan semangat berapi-api.

Namun kita sering lalai akan hakikat dasar dari pelbagai kejadian dalam kehidupan, termasuk dalam soal palsu-memalsu ini. Fakta jelas menunjukkan, kepalsuan ada dalam pelbagai bidang kehidupan. Beberapa ilustrasi di atas menunjukkan bahwa tidak semuanya yang palsu itu negatif dan merupakan kejahatan.

Bahkan perilaku manusia pun tak steril dari soal kepalsuan. Senyum palsu para politikus di hadapan konstituennya. Tingkah-polah palsu para selebritas yang harus memelihara citra diri. Janji palsu seseorang yang tak setia kepada pasangannya. Tangis palsu tersangka korupsi. Kepalsuan ucapan dan perilaku ini adalah topeng kehidupan manusia yang "jamak" terjadi. Kehidupan ini diwarnai oleh topeng-topeng yang menutupi wajah asli pemakainya, yang, oleh Ian Antono "God Bless" dinyanyikan dalam sebuah lagu legendaris: Panggung Sandiwara.

Kepalsuan adalah pelangi kehidupan. Ada kepalsuan yang tak merugikan orang, ada pula yang merugikan. Terhadap kepalsuan yang merugikan orang, merugikan masyarakat banyak, tak dapat dihindari harus dilakukan penindakan hukum yang tegas. Vaksin palsu, kartu BPJS palsu, ijazah palsu, kuburan palsu, dan lain-lain yang memang merupakan pelanggaran hukum haruslah mendapat sanksi.

Sementara itu, area palsu-palsuan yang tak merugikan orang lain (meskipun ini bisa terus menjadi ajang perdebatan panjang), mari kita terima dengan lapang dada. Confucius mengatakan, "Dengan tiga metode kita belajar kearifan. Pertama, dengan perenungan, ini yang paling mulia. Kedua, dengan memalsukan, ini yang termudah. Ketiga, dengan pengalaman, ini yang paling pahit." Begitulah, kepalsuan menjadi pelangi kehidupan yang makin marak karena ia merupakan jalan pintas. Kepalsuan adalah suatu jalan mudah dan cepat untuk meraih tujuan, terlepas dari baik-buruknya tujuan itu. Siapa hari ini yang tak suka dengan kemudahan dan kecepatan?

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler