x

Iklan

Amirudin Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jika Agus, Ahok atau Anies Menang

Siapa pun yang menang dialah gubernur Jakarta. Semua pihak diminta menerima. Sekarang saatnya semua konstestan berkompetisi secara sehat. Jangan ciderai d

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

            Pilkada DKI Jakarta sungguh menarik. Pilgub di ibukota menenggelamkan pemberitaan pilkada di tempat lain. Faktor Ahok salah satu pemicunya. Juga soal dugaan penistaan agama. Di tambah anggapan bahwa pilgub DKI bercitra rasa Pilpres. Tarik menarik kepentingan para tokoh nasional seperti Jokowi, Maegawati, Prabowo, tak ketinggalan SBY. Pilkada DKI menjadi panggung politik nasional. Intrik, saling jegal pun sudah mulai memanas. Hasil survei bertaburan. Ada yang ilmiah. Ada juga yang  partisan dan dianggap abal-abal.

          Masing-masing calon mengklaim akan menang. Bahkan calon No. urut dua menargetkan menang dalam satu putaran. Ini sah. Namanya juga kompetisi. Semua pasti ingin menang. Wajar juga jika mematok target terbaik. Adapun hasil, tunggu setelah tanggal 15 Februari nanti ketika masyarakat telah menentukan pilihan. Menurut anda kira-kira siapa yang menang? Pasti sulit menjawabnya. Jawaban akan cenderug subyektif.

          Dalam tulisan ini saya ingin mengajak anda berandai-anadi. Bagaimana jika Agus menang? Atau Ahok yang menang? Atau Anies yang jadi gubernur? Berikut angan-angan saya ketika salah satu dari mereka menang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika Agus Yudhoyono

          Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berpasangan dengan Sylviana Murni. AHY muncul ke permukaan secara mendadak. Tak pernah disebut sebelumnya. AHY-Sylviana merupakan akibat dari pecahnya koalisi kekeluagaan.  Koalisi (PD, PPP, PAN) ini dibidani oleh mantan Presiden SBY di Cekeas. Di awal kemunculannya, kemampuann AHY banyak diragukan. Dia dianggap mendompleng popularitas sang ayah. Bahkan, pengamat politik dari LIPI Ikarar Nusabakti menyebutnya sebagai anak ingusan.

          Beda dulu beda sekarang. Suara AHY merangkak naik, membaik. Paling tidak itu yang diyakini oleh pendukungnya. Terlebih, setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Nampaknya, upaya berbagai pihak termasuk SBY menggoreng kasus penistaan agama membuahkan hasil. Dalam survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, elektabilitas Agus-Sylviana meningkat 10 persen. Menurut survei tersebut, AHY menempati urutan kedua terpaut tipis dengan Anies-Sandi.

          Terlepas jika survei itu salah (seperti dituduhkan banyak pihak), AHY-Sylviana sekarang layak diperhitungkan. Pasangan ini menjadi kuda hitam yang bisa jadi membuat kejutan di akhir pilkada, bisa memenangkan. Kemenangan satu putaran kelihatannya sulit sebab kontestan berjumlah tiga pasang. Jika AHY-Sylviana berhadapan dengan Anies seperti hasil survei LSI milik Denny JA, maka partai pendukung Ahok akan terbelah. PDI-P dipastikan bergabung ke Anies. Rasanya tak mungkin ke AHY melihat perseteruan Mega-SBY yang hingga kini belum selesai bahkan berlanjut ke Jokowi. Sedangkan Nasdem, Golkar dan Hanura juga ke Anis. Mereka masih kompak sebagai pendukung Jokowi-JK maka pilihannya adalah Anies mengekor PDI-P.

          Jika dalam putaran kedua AHY berhadapan dengan Ahok, dipastikan partai pendukung Anies terbelah. PKS mendukung AHY, sedangkan Gerindra akan mendukung Ahok (jika melihat gelagat kedekatan Jokowi-Prbowo akhir-akhir ini). Bila mengabaikan Faktor Jokowi-Prabowo, Gerindra dipastikan merapat kembali ke AHY. Bukankah mereka adalah koalsi kekeluargaan sebelumnya.

          Kemudian andai AHY memenangkan pertarungan pasti orang yang sangat bahagia adalah SBY, sang ayah (disamping Anisa Pohan tentunya). Karena SBY-lah yang meminta AHY memutuskan  keluar dari militer. AHY digadang-gadang sebagai putra mahkota dinasti politik Cikeas mendatang setelah karir Ibas meredup, tak memenuhi harapan. Sementara Megawati akan meratapi kekalahannya yang ketiga setelah dua kali kandas jadi Presiden melawan SBY.

Jika Ahok

          Basuki Tjahja Purnama (Ahok) berpasangan dengan Djarot Saeful Hidayat (Badja), sebagai petahana awalnya elektabilitasnya melambung tinggi, meninggalkan yang lain. Kasus dugaan penistaan agama membuat Badja terseok-seok. Aksi damai 4 Nopember digunakan senjata bagi lawannya guna mengikis habis kepercayaan rakyat Jakarta. Kasus hukum tersebut bergeser dari relnya. Terlebih setelah ditetapkan sebagai tersangka suara Ahok berpotensi pindah ke pasangan yang lain.

          Tapi bukan Ahok kalau tidak beda dengan yang lain. Justru dengan statusnya sebagai tersangka ia menggenjot team sukses dan para pendukung guna berjuang keras memenangkan Pilgub dalam satu putaran. Keteguhan hati, optimisme tergambar jelas saat status tersangka disandang. Dengan besar hati dia menerima ke keputusan itu. Lebih dari itu, Ahok bahkan mengucapkan terimakasih kepada Polri yang memproses kasusnya secara profesional. Dia pun memutuskan menerima, tak akan mengajukan praperadilan. Sikap berbeda seperti itu yang meneguhkan hati pendukungnya untuk berjuang, berjuang dan berjuang. Masih banyak waktu yang tersisa. Dua bulan lebih bisa membuat segalanya berubah.

          Untuk menang satu putaran rasanya berat. Walau tak mustahil, bisa saja. Saya memperkirakan Pilkada Jakarta selesai dalam dua putaran. Jika Ahok berhadapan AHY, maka pendukung partai Anies masih akan kompak. PKS pasti merapat ke AHY. Mustahil ke Ahok.  Sedangkan Partai Gerindra juga ke AHY. Walau ada kemungkinan ke Ahok. Tapi kecil potensinya.

          Dan bila Ahok berhadapan dengan Anies di putaran kedua. Partai pendukung AHY diperkirakan terpecah. Demokrat pasti mengalihkan dukungan ke Anies. Sedangkan PPP dan PAN berpotensi ke Anies juga ke Ahok.

          Nah, jika Ahok yang menang Jokowi pasti senang. Sebab disamping karena PDI-P yang mengusung juga akan sejalan dengan dirinya dalam membangun mimpi menjadikan Jakarta sebagai ibukota termaju di asia. Selain Jokowi, partai pendukung juga ikut bergembira ria. Dan yang paling sedih adalah SBY. Anak kesayangannya harus kalah pada pentas pertama dalam kanca politiknya. Terlebih melihat Megawati tersenyum menyaksikan anak ideologinya menang.

Jika Anies

          Anies dengan pasangannya Sandiaga Uno sejak awal diposisikan sebagai kuda hitam. Populariatas Anies diyakini menandingi Ahok. Anies yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional itu didaulat oleh Gerindra dan PKS menjadi Cagub DKI. Massa PKS yang militan dan suara Gerindra yang signifikan bisa jadi modal awal, memenangkan putaran pertama.

          Jika Anies berhadapan dengan AHY. Partai pendukung Ahok berpotensi bulat mendukung Anies. PDI-P akan mempengaruhi Nasdem, Golkar dan Hanura. Terlebih jika melihat konfrontasi Jokowi dengan SBY. Jokowi akan lebih nyaman jika berurusan dengan Jakarta melalui Anies yang mantan anak buahnya ketimbang AHY.

Dan Jika berhadapan dengan Ahok, partai pendukung AHY diperkirakan terpecah. Demokrat pasti mengalihkan dukungan ke Anies. Sedangkan PPP dan PAN berpotensi ke Anies juga ke Ahok.

          Kemudian kalau Anies yang menang, Probowo yang paling senang. Paling tidak, Prabowo bisa memberikan mandat ke Anies dalam Pilpres 2019 jika dirinya enggan maju. Sandiago diplot jadi gubernur. SBY akan bersedih hati menyaksikan anaknya gagal. Sedangkan Jokowi tak terlalu resah walau Ahok kalah. Demikian dengan Megawati.

          Walhasil, siapa pun yang menang dialah gubernur Jakarta. Semua pihak diminta menerima. Sekarang saatnya semua konstestan berkompetisi secara sehat. Jangan ciderai demokrasi dengan anarki, fitnah, atau isu SARA. Raih kursi DKI-1 dengan jujur dan adil. Selamat berdemokrasi. Wa Allahu Alam

 

Ikuti tulisan menarik Amirudin Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB