x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Biografi yang Mengilhami

Banyak biografi yang diterbitkan, tapi yang jujur seperti kisah hidup ilmuwan ini memberi pelajaran berharga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pencarian kebenaran barangkali menggambarkan secara ringkas hidup ilmuwan. Namun, kenyataannya, itu hanya salah satu warna yang mewakili. Ada nuansa-nuansa lain yang mewarnai kehidupan mereka: petualangan, kesakitan tubuh, persentuhan dengan kekuasaan dan politik, maupun kesakitan jiwa yang menyiksa. Beberapa biografi ilmuwan ini dituturkan dengan jujur, mengekspresikan pikiran-pikiran kreatif mereka dan barangkali juga kegilaan.

 

Alan Turing
The Enigma, Andrew Hodges
 

Turing dikenang sebagai jenius yang dirundung oleh tragedi. Matematikawan pada masanya, maupun ilmuwan dari era sesudahnya, mengakui kontribusi penting Turing dalam meletakkan dasar-dasar komputasi. Ia membuka jalan bagi penciptaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Di usia 24 tahun (1936), Turing mengagetkan dunia dengan ide revolusionernya—membangun mesin universal yang menghubungkan seluruh dunia. Ia meletakkan dasar bagi penciptaan dunia yang digerakkan oleh komputer.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai orang Inggris, nasionalisme Turing tidak diragukan. Ia menyelamatkan Sekutu dari Nazi karena kecerdasannya berhasil menyingkapkan pesan rahasia yang disandikan dalam mesin Jerman, Enigma. Penguraian sandi ini memainkan peran penting dalam menyokong kemenangan Sekutu dalam Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia berlalu, pencapaian hebat Turing di komputasi dibayang-bayangi oleh paranoia.

Lalu tiba waktunya, akhir hidup yang tragis. Hukum tentang homoseksualitas di Inggris tidak pandang bulu. Rahasia Turing terungkap dan ia harus mendekam di penjara, walaupun ia ditawari pilihan lain untuk menghindari hukuman: disuntik hormon untuk ‘mematikan’ hasratnya kepada sesama. Dua tahun setelah itu, Turing ditemukan mati dengan  dugaan keracunan sianida. Bunuh diri?

 

Srinivasan Ramanujan
The Man Who Knew Infinity, Robert Kanigel

Tahun 1913: seorang karyawan rendahan keturunan India berusia 25 tahun tanpa pendidikan formal menulis sepucuk surat kepada G.H. Hardy, yang dikenal luas sebagai matematikawan ulung pada masanya. Ramanujan menyampaikan pendapatnya mengenai beberapa gagasan tentang bilangan. Hardy tercenung membaca surat itu dan menyadari bahwa penulisnya seorang jenius.

Berkat undangan Hardy, Ramanujan berangkat ke Cambridge University. Bersama matematikawan Inggris itu, yang merasa senang dengan perjumpaan ini, Ramanujan menguji ide-ide briliannya. Dalam suatu kesempatan, ketika ditanya mengenai apa yang paling menyenangkan dirinya di antara sekian kontribusinya kepada matematika, Hardy menjawab: “Menemukan Ramanujan. Ya, ini satu kejadian romantis dalam hidup saya.”

Ingatannya yang tajam, pikirannya yang kalkulatif, kesabaran serta wawasannya yang jauh menjadikan Ramanujan sanggup menawarkan pendekatan yang berbeda dalam memecahkan persoalan matematis. Ramanujan conjecture dan Ramanujan prime adalah sebagian kontribusi penting matematikawan otodidak ini. Ia dikenal sangat intuitif dan karena itu gagasan-gagasannya sungguh orisinal.

Ramanujan percaya bahwa setiap gagasan yang brilian datang dari langit. Ia pernah berkata, ketika berpikir tentang matematika, pola-pola itu muncul dalam penglihatannya dan ia merasa Dewi Namagiri telah menyingkapkan rahasia itu untuknya. Tak seroang pun memahami kata-kata Ramanujan ketika itu. Juga ketika ia menuliskan fungsi-fungsi matematika dalam surat terakhirnya kepada Hardy.

Dalam bukunya, The Man Who Knew Infinity: a Life of the Genius Ramanujan, Robert Kanigel menunjukkan resonansi nilai-nilai spiritualitas Ramanujan terhadap pendekatannya terhadap matematika. “Sebuah persamaan tidak mempunya makna bagiku,” kata Ramanujan, “kecuali persamaan itu mengekspresikan pikiran Tuhan.”

Robert Kanigel berhasil bukan hanya membuat pemikiran Ramanujan dapat dipahami awam, tapi juga berhasil dalam menunjukkan kesenangan, suka cita, dan kecintaan terjhadap angka yang menginspirasi. Buku ini menjadi kesaksian akan kebenaran bahwa jenius dapat mekar di tempat yang paling tidak menyenangkan sekalipun. Ramanujan berpulang pada usia 32 tahun (1920) karena sakit keras yang tak tersembuhkan dengan meninggalkan warisan intelektual yang menginspirasi dalam analisis matematika, teori bilangan, barisan tak hingga, dan pecahan berkelanjutan.

 

Enrico Fermi
The Pope of Physics, Gino Segre dan Bettina Hoerlin
 

Di tengah-tengah sejawatnya sesama fisikawan, Fermi termasuk di antara sedikit fisikawan terkemuka yang menekuni fisika teori sekaligus fisika eksperimen. Salah satu eksperimen terbesarnya ialah Manhattan Project, yang didanai oleh pemerintah AS. Proyek ini sangat rahasia dan dikerjakan di lingkungan militer mengingat tujuannya: membuat bom atom.

Perintah untuk melakukan eksperimen bom atom diberikan langsung oleh Presiden Franklin Roosevelt menyusul surat yang ditulis Albert Einstein, atas permintaan Fermi, bahwa Jerman berada di ambang pembuatan bom atom. Nyatanya, Jerman gagal. Bom atom kemudian digunakan oleh AS untuk mengakhiri Perang Dunia II dengan menghancurkan kota Nagasaki dan Hiroshima—peristiwa yang membuat Einstein menyesal.

Segrè dan Hoerlin memadukan pemahaman tentang pencapaian ilmiah Fermi dengan kehidupan pribadi fisikawan ini untuk menciptakan biografi yang cerdas dan melibatkan pembacanya. The Pope of Physics menjadikan kisah hidup Fermi penuh nuansa drama, kreativitas, dan petualangan. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler